AI dalam Pendidikan: Peluang atau Ancaman?
Baru-baru ini diberitakan bahwa sebuah sekolah di Inggris telah memulai kelas tanpa guru pertama mereka. Seluruh proses pembelajaran diserahkan kepada AI dengan pengawasan yang ketat dari stakeholder sekolah tersebut. David Game College, sebuah sekolah di London, Inggris, dilaporkan telah berhasil membuka dan menjalankan program pembelajaran inovatif mereka yang mengusung tajuk Adaptive Learning Programme - Intensive Sabrewing Programme. Apakah penggunaan AI seperti chatbot dalam dunia pendidikan merupakan peluang? Atau justru merupakan ancaman bagi guru dan bahkan institusi pendidikan?
Menolak Perubahan Berarti Kalah
Terdapat sebuah ungkapan yang terkenal, siapa yang menolak perubahan akan tergerus zaman - kalah! Ungkapan ini sebelumnya telah terbukti pada awal-awal transportasi daring atau ojek online dimulai. Masih segar dalam ingatan, pada saat itu, banyak penolakan (bahkan dengan disertai kekerasan) yang dilakukan pekerja dibidang transportasi terhadap eksistensi ojek online karena dianggap menutup mata pencaharian ojek konvensional atau transportasi umum yang ada saat itu. Pada akhirnya, banyak dari mereka yang tidak punya pilihan selain mengikuti perubahan dengan cara menjadi pengemudi ojek online.
Hal yang sama kemungkinan akan terjadi di domain pendidikan. Tanda-tanda tersebut sudah terlihat dari dirintisnya sekolah tanpa guru di David Game College, London, Inggris. Hal tersebut kabarnya mengundang kontroversi. Banyak pihak yang menyayangkan dengan dalih tugas guru sebagai pendidik yang tidak hanya sekadar mengajar. Mendidik berbeda dengan mengajar, dan AI tidak atau belum mampu mendidik karena tidak menyentuh aspek relijius dan psikologis peserta didik dalam pembelajaran. Dalam hal ini, interaksi manusia tetap penting dalam pembelajaran. Penggunaan teknologi berlebihan bisa mengurangi aspek emosional dan hubungan interpersonal antara siswa dan guru.
Bersahabat Dengan Teknologi
Menghalangi atau melarang peserta didik untuk menggunakan AI merupakan sebuah ironi karena hal tersebut dapat dibaca sebagai sebuah hambatan untuk peserta didik untuk berkembang dan menjadi lebih pintar dibanding pendidik. Salah satu tugas utama seorang pendidik, sesuai dengan amanat bangsa adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Membuka diri untuk menerima eksistensi AI dan mempekerjakan AI dalam urusan pendidikan tentu bisa saja dilakukan.
AI: Mengautomatisasi Tugas Administratif
Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk menerima AI adalah dengan menggunakan AI dalam pengurusan tugas-tugas yang bersifat administratif di sekolah.
AI: Mewujudkan Pendidikan Inklusif
AI dapat membantu menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dengan menyediakan alat bantu bagi siswa dengan kebutuhan khusus. Misalnya dengan merancang teknologi pengenalan suara atau aplikasi pembaca teks dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar. Dengan demikian, AI dapat menjadi alat yang membantu mengatasi kesenjangan dalam pendidikan.
AI: Mempromosikan Literasi Digital (Digital Literacy) dan Literasi Digital Kritis (Critical Digital Literacy
Potensi AI dalam meningkatkan literasi digital sangat besar, karena teknologi ini dapat menyediakan alat dan sumber daya yang disesuaikan dengan kebutuhan individu. Melalui analisis data dan pembelajaran adaptif, AI dapat membantu siswa memahami konsep-konsep digital dengan lebih baik, seperti cara menilai informasi secara kritis dan menggunakan teknologi dengan bijak. Selain itu, AI dapat mendukung pengajaran dengan memberikan umpan balik instan dan materi yang relevan, memungkinkan siswa untuk belajar dengan cara yang lebih interaktif dan menarik.