PARADIGMA PENELITIAN: POSITIVISME (POSITIVISM)
Paradigma positivisme berakar dari pemikiran filsuf Prancis kenamaan Auguste Comte. Pandangan ini menyatakan bahwa realitas sosial itu dapat diukur secara objektif. Disini, terlihat bahwa positivisme menegaskan krusialnya metode ilmiah dan observasi empiris dalam memahami realitas. Dalam konteks penelitian, paradigma positivisme dapat diterjemahkan sebagai pengumpulan data yang dapat diukur dan dianalisis secara statistik dengan temuan terhadap hubungan sebab-akibat antar-variabel.
Positivisme muncul pada abad ke-19 sebagai reaksi terhadap pemikiran metafisik dan spekulatif yang mendominasi ilmu pengetahuan sebelumnya. August Comte berargumen bahwa pengetahuan harus didasarkan pada fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi dan diuji. Ia mengembangkan tiga tahap perkembangan pengetahuan manusia:
- tahap teologis;
- tahap metafisik; dan
- tahap positif
Pada tahap positif, manusia mulai menggunakan metode ilmiah untuk memahami dunia melalui serangkaian observasi empiris dengan alat pengukuran yang valid dan reliabel.
Paradigma dalam Penelitian
Paradigma penelitian adalah kerangka kerja yang digunakan peneliti untuk merumuskan pertanyaan penelitian, memilih metode, dan menganalisis data. Dalam konteks positivisme, paradigma ini memiliki beberapa implikasi penting:
- Penelitian positivistik sering kali menggunakan desain eksperimental atau survei untuk mengumpulkan data. Desain ini memungkinkan peneliti untuk mengontrol variabel dan menguji hipotesis dengan cara yang sistematis.
- Data dikumpulkan melalui instrumen yang terstandarisasi seperti kuesioner atau alat ukur lainnya yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Pengumpulan data dilakukan secara sistematis untuk memastikan bahwa hasilnya dapat diandalkan.
- Setelah data dikumpulkan, analisis dilakukan menggunakan teknik statistik untuk menentukan hubungan antar variabel. Peneliti dapat menggunakan analisis deskriptif untuk menggambarkan data atau analisis inferensial untuk menguji hipotesis.
- Hasil penelitian diinterpretasikan berdasarkan bukti empiris yang diperoleh dari analisis data. Peneliti berusaha untuk menarik kesimpulan yang logis berdasarkan data tanpa dipengaruhi oleh bias pribadi.
Karakteristik Paradigma Positivisme
Berikut ini karakteristik paradigma positivisme.
- Paham positivisme menganggap bahwa realitas sosial dan alamiah bersifat objektif dan dapat diukur. Disini, peneliti dianggap sebagai pengamat yang netral, tidak terpengaruh oleh nilai-nilai pribadi atau subjektivitas.
- Penelitian positivistik umumnya menggunakan pendekatan kuantitatif, yang melibatkan pengumpulan data numerik dan analisis statistik. Metode ini bertujuan untuk menguji hipotesis dan menemukan pola atau hubungan antar variabel.
- Salah satu tujuan utama dari penelitian positivistik adalah untuk menghasilkan generalisasi dari temuan yang dapat diterapkan pada populasi yang lebih luas. Kesimpulan ini dicapai melalui penggunaan sampel yang representatif.
- Positivisme fokus pada identifikasi hubungan sebab-akibat antara variabel. Disini, peneliti berusaha untuk menentukan bagaimana satu variabel mempengaruhi variabel lain.
- Dalam penelitian positivistik, validitas (keakuratan pengukuran) dan reliabilitas (konsistensi hasil) menjadi hal yang sangat penting. Alat ukur harus diuji untuk memastikan bahwa mereka menghasilkan data yang dapat dipercaya.
- Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk menjaga jarak dari subjek penelitian, sehingga hasilnya lebih objektif dan dapat diandalkan.
- Metode kuantitatif yang digunakan dalam positivisme memungkinkan penelitian untuk direplikasi oleh peneliti lain, sehingga memperkuat validitas temuan.
- Pengujian Hipotesis: Positivisme memungkinkan pengujian hipotesis secara sistematis, membantu peneliti memahami hubungan antar variabel dengan lebih baik.