Definisi Akademis dan Panduan Praktis Meningkatkan Literasi Digital Kritis (Critical Digital Literacy)
Secara akademis, literasi digital diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memahami, menganalisis, dan menilai informasi yang tersedia di ranah digital secara lebih cerdas yang enekanannya tidak hanya terbatas pada cara menggunakan teknologi tapi juga mencakup kemampuan mengevaluasi konten atau isi dan pesan yang tersedia di internet (Darwin, 2017). Literasi digital kritis (critical digital literacy) menawarkan beberapa manfaat praktis yang mencakup kemampuan untuk:
- Mengenali bias atau kepentingan di balik berita atau konten media.
- Memahami siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan dari informasi tertentu.
- Menghindari informasi yang menyesatkan atau manipulatif.
- Berpikir kritis dan tidak mudah percaya pada semua yang kita baca atau lihat di internet.
Dengan bekal kemampuan tersebut, orang-orang yang memiliki literasi digital yang cukup dapat memperoleh ragam manfaat berikut:
- Membedakan informasi benar dan hoaks: Dengan kemampuan ini, kita bisa lebih jeli dalam menilai apakah berita atau informasi yang beredar itu akurat atau menyesatkan, sehingga terhindar dari hoaks.
- Menghindari manipulasi dan propaganda: Literasi digital kritis membantu kita melihat kepentingan tersembunyi atau bias di balik iklan, berita, atau postingan, agar tidak mudah dipengaruhi oleh propaganda atau informasi palsu.
- Meningkatkan keamanan digital: Kita bisa lebih waspada terhadap penipuan online, seperti phishing atau scam, dan belajar melindungi data pribadi saat berselancar di internet.
- Menggunakan teknologi dengan lebih bijak: Literasi ini membantu kita memahami bagaimana algoritma bekerja, sehingga kita bisa mengatur konsumsi konten digital dengan lebih sehat, seperti tidak terlalu kecanduan media sosial.
- Berpikir kritis dan kreatif: Literasi digital kritis mengajarkan kita untuk tidak hanya menerima informasi begitu saja, tetapi juga berpikir secara mendalam dan kreatif untuk mencari solusi atau sudut pandang baru.
Digital Literasi Kritis Menurut Akademisi
Tyner (1998) menjelaskan literasi informasi sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi, menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi. Ia juga menjelaskan literasi kritis sebagai bentuk literasi yang mendorong sikap reflektif dan mempertanyakan bentuk serta isi atau konten yang ada di media cetak dan elektronik. Sejalan dengan informasi yang sudah disampaikan sebelumnya, critical digital literacy atau literasi digital kritis mengacu pada kemampuan untuk membedakan informasi primer dari sekunder, memeriksa akurasi konten, menentukan sumber informasi, dan menilai kredibilitas serta kualitas sumber informasi.
Secara umum, literasi kritis meliputi literasi aural dan oral, literasi informasi, literasi media, dan literasi visual (Warnick, 2002). Literasi aural dan oral mencakup keterampilan mendengarkan (receptive) dan berbicara (production) seperti mendengarkan dengan tepat dan empati, beradaptasi dengan pendengar, serta keterampilan berkomunikasi yang jelas (Chesebro & Bertelsen, 1996; Ong, 1982). Selain itu, terdapat pula istilah literasi media yang merujuk kepada pemahaman tentang bagaimana media menggambarkan dan membentuk apa yang ditampilkan, teknik yang digunakan, efek yang dihasilkan, dan cara produk dalam sebuah media didesain (Bolter & Grusin, 1999; Hobbs, 1998).
Kritik retoris melengkapi semua bentuk literasi ini karena masing-masing berkaitan dengan bagaimana makna dibangun secara sosial melalui aksi simbolik. Ini berfokus pada mengungkapkan hal-hal yang biasanya tidak terlihat (apa yang transparan dan sering diabaikan). Kritik retoris berkaitan dengan cara pesan dirancang untuk audiens dan bagaimana pesan tersebut dimaksudkan untuk memberikan dampak. Dengan mempertimbangkan bagaimana bahasa dan gambar digunakan untuk memberi perhatian lebih pada beberapa elemen dan mengabaikan yang lainnya, kritik retoris bisa mengungkap ideologi yang tersembunyi. Dengan mempertimbangkan bagaimana pesan memposisikan atau "memanggil" pembaca dan pemirsa, kritik retoris mengungkap asumsi yang dimiliki penulis tentang audiens mereka (Butler, 1997). Ini juga bisa memeriksa bagaimana konten pesan dapat berkontribusi atau mengurangi kredibilitas sumber, serta bagaimana komunitas terbentuk melalui nilai-nilai dan cara berbicara yang sama. Kritik retoris sangat melengkapi literasi media karena memberikan cara untuk memeriksa bagaimana pesan media ditujukan untuk kelompok tertentu, mengapa beberapa teks media lebih efektif daripada yang lain, isu-isu apa yang dibahas dalam liputan media, dan kepentingan siapa yang dilayani oleh konten media tersebut.
Mengasah dan Meningkatkan Literasi Digital Kritis (Critical Digital Literacy)
Berikut ini panduan praktis meningkatkan literasi digital kritis (critical digital literacy) Anda.
Verifikasi Sumber
Langkah pertama dalam meningkatkan literasi digital kritis adalah memastikan bahwa informasi yang diakses benar-benar berasal dari sumber yang kredibel. Beberapa poin berikut ini dapat membantu Anda dalam memastikan kredibilitas sebuah informasi.
- Cek reputasi penulis atau situs: Cari informasi detail tentang siapa yang menulis atau menerbitkan informasi tersebut.
- Periksa sumber rujukan: Konten yang kredibel seharusnya menyertakan data yang diperkuat dengan referensi atau rujukan yang valid.
- Bandingkan dengan sumber lain: Upayakan untuk membaca dan menyerap informasi lebih dari satu sudut pandang. Dengan kata lain, jangan langsung percaya informasi dari satu sumber secara mentah-mentah, cek kebenarannya di situs atau media lain atau di dokumen-dokumen yang terpercaya.
- Periksa domain: Jika informasi yang Anda baca ditulis dan dipublikasi pada website, periksa domain dari web tersebut. Pada umumnya, situs-situs kredibel menggunakan TLD (top-level domain seperti .com, .net, .org, .id, .shc.id, .ac.id, dll.). Hal ini tentu saja tidak berlaku universal namun tidak ada salahnya untuk dilakukan.
Praktik-praktek tersebut dapat sangat membantu Anda untuk lebih jeli dan tidak mudah terpengaruh oleh berita palsu atau konten yang menyesatkan.
Mendeteksi Bias dan Manipulasi dalam Konten Digital
Setiap informasi memiliki sudut pandang atau bias tertentu. Kemampuan untuk mengenali bias ini adalah bagian penting dari literasi digital kritis. Beberapa tips praktis untuk mengenali bias dan manipulasi dalam konten digital:
- Perhatikan bahasa yang digunakan: Apakah bahasa dalam artikel atau video itu netral, atau berlebihan untuk memengaruhi emosi Anda?
- Analisis tujuan konten: Apakah konten tersebut hanya bertujuan memberikan informasi, atau ada kepentingan tersembunyi, seperti promosi atau propaganda?
- Cek fakta dan sumber data: Jika informasi berisi klaim penting, pastikan ada data yang mendukung klaim tersebut.
Berpikir Kritis dan Reflektif
Berpikir kritis berarti tidak menerima informasi begitu saja, tetapi mempertanyakan dan menganalisisnya. Berikut beberapa pertanyaan reflektif yang bisa Anda gunakan:
- Apa maksud dari informasi ini?
- Siapa yang diuntungkan dan dirugikan oleh informasi ini?
- Apakah ada perspektif lain yang tidak disajikan?
- Diskusi dengan orang lain yang memiliki pandangan berbeda. Hal ini dapat membantu Anda melihat informasi dari sudut pandang yang lebih luas untuk mempertajam kemampuan berpikir kritis Anda dalam menganalisis informasi.
Referensi
Bolter, J.D., & Grusin, R. (1999). Remediation: Understanding new media. Cambridge, MA: MIT Press.
Butler, J. (1997). The psychic life of power: Theories in subjection. Stanford: Stanford University Press.
Chesebro, J.W., & Bertelsen, D.A. (1996). Analyzing media: Communication technologies as symbolic and cognitive systems. New York: Guilford.
Darwin, R. (2017). Language, Ideology, and Critical Digital Literacy. In: Thorne S., May S. (eds) Language, Education and Technology. Encyclopedia of Language and Education (3rd ed.). Springer, Cham.
Hobbs, R. (1998). The seven great debates in the media literacy movement. Journal of Communication, 48, 16–32.
Ong, W.J. (1982). Orality and literacy: The technologizing of the word. London: Methuen.
Tyner, K. (1998). Literacy in a digital world: Teaching and learning in the age of information. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. Warnick, B. & Kline, S.L. (1992). The new rhetoric’s argument schemes: A rhetorical view of practical reasoning. Argumentation and Advocacy, 29, 1–15.
Warnick, B. 2002. Critical literacy in a digital era: Technology, rhetoric, and the public interest. Lawrence Erlbaul Associates, London. ISBN 1-4106-0383-0