Memahami Penelitian Kualitatif, Jenis-Jenis, dan Karakteristiknya

Metode penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menekankan pada makna dari fenomena sosial dan/atau konteks sosial yang natural dan dikaji secara holistik atau menyeluruh melalui pengumpulan dan analisis data non-numerik. Berikut ini dijabarkan jenis-jenis dan karakteristik penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami makna yang diberikan oleh individu terhadap pengalaman mereka, serta konteks sosial dan budaya yang mempengaruhi pemahaman tersebut. Hasil penelitian ini biasanya disajikan dalam bentuk naratif yang kaya dan deskriptif, memungkinkan pembaca untuk mendapatkan wawasan yang lebih dalam tentang subjek yang diteliti.
Jenis-Jenis Penelitian Kualitatif
Beikut ini jenis-jenis penelitian kualitatif yang disadur dari website ELT-OER.
1. Etnografi
Etnografi adalah metode penelitian yang digunakan untuk mempelajari dan mendeskripsikan kebudayaan, perilaku, dan interaksi sosial suatu kelompok masyarakat. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, di mana "ethnos" berarti rakyat dan "graphia" berarti tulisan. Etnografi sering diterapkan dalam ilmu sosial, terutama dalam antropologi dan sosiologi, untuk mengumpulkan data empiris melalui observasi partisipatif, wawancara, dan teknik pengumpulan data lainnya. Tujuan utama etnografi adalah untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang kehidupan sehari-hari dan praktik budaya suatu kelompok tertentu. Dalam praktiknya, etnografi melibatkan peneliti yang terjun langsung ke dalam komunitas yang diteliti untuk mengamati dan berinteraksi dengan anggota kelompok tersebut. Peneliti mencatat kebiasaan, cara berpikir, serta perilaku subjek selama periode waktu tertentu. Proses ini memungkinkan peneliti untuk mendapatkan "native's point of view" atau sudut pandang asli dari subjek yang diteliti. Kegiatan ini sering kali dilakukan dalam konteks penelitian lapangan (fieldwork) dan menghasilkan deskripsi yang kaya dan mendalam tentang budaya serta dinamika sosial kelompok tersebut. Sebagai contoh, dalam penelitian etnografi tentang masyarakat adat di Indonesia, seorang peneliti dapat tinggal di desa tersebut selama beberapa bulan untuk mengamati ritual, tradisi, dan interaksi sosial masyarakat. Peneliti mungkin melakukan wawancara dengan tokoh masyarakat untuk memahami nilai-nilai budaya yang mereka anut serta tantangan yang dihadapi oleh komunitas tersebut dalam menghadapi perubahan sosial dan ekonomi. Hasil dari penelitian ini tidak hanya memberikan gambaran tentang kehidupan sehari-hari masyarakat adat tetapi juga membantu dalam pelestarian budaya dan pengembangan kebijakan yang lebih sensitif terhadap kebutuhan komunitas lokal.
2. Studi Kasus (Case Study)
Studi kasus adalah metode penelitian yang mendalami suatu peristiwa, individu, kelompok, atau fenomena tertentu untuk memahami konteks dan dinamika yang terlibat. Metode ini sering digunakan dalam penelitian kualitatif dan kuantitatif, dengan tujuan untuk menginvestigasi lebih lanjut penyebab dari aspek sosial tertentu. Dalam studi kasus, peneliti tidak melakukan intervensi tetapi mengamati dan menganalisis berbagai faktor yang saling mempengaruhi. Penelitian ini dapat dilakukan secara intensif dan mendalam, memberikan gambaran yang komprehensif tentang subjek yang diteliti. Ada beberapa jenis studi kasus, antara lain studi kasus eksplanatori, deskriptif, dan eksploratif. Studi kasus eksplanatori bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara dua atau lebih variabel, sedangkan studi kasus deskriptif berfokus pada menggambarkan keadaan saat ini dari individu atau kelompok. Di sisi lain, studi kasus eksploratif digunakan untuk mengeksplorasi hal-hal yang belum terungkap atau dipahami sepenuhnya. Misalnya, dalam konteks pendidikan, studi kasus dapat digunakan untuk memahami bagaimana metode pengajaran tertentu mempengaruhi hasil belajar siswa di sekolah tertentu. Contoh konkret dari studi kasus dalam bidang pendidikan adalah penelitian tentang implementasi metode pembelajaran berbasis proyek di sebuah sekolah menengah. Peneliti dapat menganalisis bagaimana metode ini diterapkan di kelas, tantangan yang dihadapi oleh guru dan siswa, serta dampaknya terhadap motivasi dan prestasi belajar siswa. Melalui observasi langsung, wawancara dengan guru dan siswa, serta analisis dokumen terkait, peneliti dapat menggali informasi yang mendalam tentang efektivitas metode tersebut dan memberikan rekomendasi untuk praktik pendidikan yang lebih baik.
3. Fenomenologi
Fenomenologi adalah pendekatan penelitian kualitatif yang berfokus pada pemahaman pengalaman subjektif individu atau sekelompok individu. Metode ini bertujuan untuk menggali makna dari pengalaman yang dialami, dengan penekanan pada bagaimana individu merasakan dan memberikan makna terhadap fenomena tertentu. Dalam penelitian fenomenologis, peneliti berusaha untuk memahami esensi dari pengalaman tersebut melalui wawancara mendalam dan analisis naratif. Pendekatan ini sering kali digunakan dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk psikologi, pendidikan, dan sosiologi, untuk mengeksplorasi bagaimana individu menginterpretasikan pengalaman hidup mereka. Salah satu contoh penerapan fenomenologi dalam bidang pendidikan adalah penelitian tentang pengalaman siswa dalam proses pembelajaran bahasa Inggris. Peneliti dapat melakukan wawancara dengan siswa untuk memahami bagaimana mereka merasakan tantangan dan keberhasilan dalam belajar bahasa Inggris. Misalnya, penelitian dapat mengeksplorasi bagaimana siswa merasa ketika mereka pertama kali berbicara di depan kelas menggunakan bahasa Inggris, serta makna yang mereka berikan terhadap pengalaman tersebut. Dengan pendekatan ini, peneliti dapat menggali nuansa emosional dan persepsi siswa yang mungkin tidak terungkap dalam metode penelitian lain. Melalui analisis data yang diperoleh, peneliti fenomenologis dapat mengidentifikasi tema-tema umum yang muncul dari pengalaman siswa, seperti rasa percaya diri, kecemasan, atau kepuasan. Hasil penelitian ini tidak hanya memberikan wawasan tentang pengalaman belajar bahasa Inggris siswa tetapi juga dapat digunakan untuk mengembangkan strategi pengajaran yang lebih efektif dan responsif terhadap kebutuhan siswa. Dengan demikian, fenomenologi memungkinkan peneliti untuk memahami secara mendalam bagaimana pengalaman belajar mempengaruhi perkembangan individu dalam konteks pendidikan.
4. Grounded Theory
Grounded theory adalah metode penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mengembangkan teori dari data yang diperoleh secara langsung dari lapangan, tanpa bergantung pada teori yang sudah ada. Pendekatan ini pertama kali diperkenalkan oleh Barney Glaser dan Anselm Strauss pada tahun 1967. Dalam grounded theory, peneliti mengumpulkan data melalui triangulasi wawancara, observasi, dan dokumen, kemudian menganalisis data-data tersebut secara induktif untuk menemukan pola atau kategori yang muncul. Proses ini memungkinkan peneliti untuk membangun teori yang relevan dan kontekstual berdasarkan pengalaman nyata dari partisipan.
Contoh penerapan grounded theory dalam bidang pendidikan bahasa Inggris dapat dilihat dalam penelitian tentang peningkatan kemampuan berbahasa Inggris di kalangan pengemudi Gojek. Dalam studi ini, peneliti dapat melakukan wawancara dengan pengemudi untuk memahami tantangan yang mereka hadapi dalam berkomunikasi dengan penumpang asing. Melalui analisis data yang diperoleh, peneliti dapat mengidentifikasi strategi yang efektif untuk meningkatkan kemampuan bahasa Inggris mereka, seperti penggunaan aplikasi AI, kamus atau pelatihan berbasis komunitas. Hasil penelitian ini tidak hanya bermanfaat dalam memberikan wawasan tentang pengalaman pengemudi tetapi juga menghasilkan teori baru mengenai metode pembelajaran bahasa yang sesuai dengan konteks lokal.
5. Discourse Analysis / Critical Discourse Analysis
Analisis wacana adalah metode penelitian yang berfokus pada studi tentang penggunaan bahasa dalam konteks sosial, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Metode ini bertujuan untuk memahami bagaimana makna dibangun melalui interaksi verbal dan bagaimana konteks mempengaruhi pemahaman pesan. Dalam analisis wacana, peneliti tidak hanya melihat struktur kalimat atau kata-kata yang digunakan, tetapi juga mempertimbangkan konteks sosial, budaya, dan politik di mana komunikasi tersebut berlangsung. Dengan pendekatan ini, analisis wacana dapat mengungkap pola-pola kekuasaan, ideologi, dan hubungan sosial yang terkandung dalam bahasa. Terdapat beberapa pendekatan dalam analisis wacana, termasuk analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis), yang menekankan pada hubungan antara bahasa dan kekuasaan. Pendekatan ini berfokus pada bagaimana bahasa digunakan untuk membentuk dan mempertahankan struktur kekuasaan dalam masyarakat. Misalnya, analisis wacana kritis dapat digunakan untuk mengeksplorasi bagaimana media menggambarkan isu-isu tertentu dan bagaimana representasi tersebut mempengaruhi persepsi publik. Dengan menganalisis berita atau artikel, peneliti dapat mengidentifikasi bias atau stereotip yang mungkin ada dalam pemberitaan. Contoh penerapan analisis wacana dalam bidang pendidikan bisa dilihat pada penelitian tentang cara guru berkomunikasi dengan siswa di kelas. Peneliti dapat menganalisis transkrip percakapan antara guru dan siswa untuk memahami bagaimana bahasa yang digunakan mempengaruhi interaksi dan pembelajaran. Misalnya, apakah guru menggunakan bahasa yang inklusif atau eksklusif? Apakah terdapat pola tertentu dalam cara guru memberikan umpan balik kepada siswa? Dengan menganalisis aspek-aspek ini, peneliti dapat memberikan wawasan tentang praktik pengajaran yang efektif dan bagaimana komunikasi dapat ditingkatkan untuk mendukung pembelajaran yang lebih baik.
6. Deskriptif
Metode penelitian deskriptif adalah pendekatan yang digunakan untuk menggambarkan karakteristik suatu fenomena, populasi, atau situasi tertentu tanpa menguji hipotesis. Tujuan utama dari penelitian deskriptif adalah untuk memberikan gambaran yang jelas dan sistematis tentang objek yang diteliti, sehingga peneliti dapat memahami kondisi dan karakteristik yang ada. Penelitian ini sering kali melibatkan pengumpulan data melalui survei, observasi, atau wawancara, dan hasilnya disajikan dalam bentuk laporan yang detail dan informatif. Metode ini sangat berguna dalam konteks pendidikan untuk menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekolah atau dalam proses pembelajaran.
Dalam konteks pendidikan bahasa Inggris, penelitian deskriptif dapat digunakan untuk menganalisis cara siswa berinteraksi dengan materi pembelajaran. Misalnya, seorang peneliti dapat melakukan survei terhadap siswa di kelas bahasa Inggris untuk mengidentifikasi metode belajar yang paling efektif menurut mereka. Data yang dikumpulkan dapat mencakup informasi tentang preferensi siswa terhadap penggunaan teknologi, seperti aplikasi pembelajaran atau video pembelajaran, serta bagaimana mereka merasa tentang berbagai metode pengajaran yang diterapkan oleh guru. Dengan demikian, penelitian ini dapat memberikan wawasan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran bahasa Inggris. Contoh lain dari penelitian deskriptif dalam pendidikan bahasa Inggris adalah studi tentang pengaruh lingkungan kelas terhadap kemampuan berbicara siswa. Peneliti dapat mengamati beberapa kelas bahasa Inggris dengan berbagai pengaturan fisik (seperti pengaturan tempat duduk, penggunaan alat peraga, dan akses ke teknologi) dan kemudian mendeskripsikan bagaimana pengaturan tersebut mempengaruhi interaksi siswa selama kegiatan berbicara. Hasil dari penelitian ini dapat membantu guru memahami aspek-aspek lingkungan kelas yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan partisipasi dan kepercayaan diri siswa saat berbicara dalam bahasa Inggris.
7. Hermeneutika
Hermeneutika adalah metode penelitian dan teori interpretasi yang berfokus pada pemahaman makna dari teks, baik itu teks sastra, dokumen sejarah, maupun komunikasi verbal. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani "hermeneuein," yang berarti "menafsirkan." Hermeneutika awalnya berkembang dalam konteks tafsir kitab suci, tetapi seiring waktu, metode ini diperluas untuk mencakup berbagai jenis teks dan konteks komunikasi. Dalam hermeneutika, peneliti berusaha untuk memahami tidak hanya apa yang tertulis, tetapi juga konteks sosial, budaya, dan historis yang mempengaruhi makna teks tersebut. Salah satu tokoh penting dalam pengembangan hermeneutika modern adalah Paul Ricoeur. Ia menggabungkan pendekatan hermeneutik dengan fenomenologi untuk menciptakan metode fenomenologi hermeneutik. Ricoeur menekankan pentingnya refleksi dalam proses interpretasi, di mana pemahaman makna melibatkan dialog antara penafsir dan teks. Dalam pandangannya, pemahaman tidak hanya bersifat kognitif tetapi juga melibatkan aspek emosional dan pengalaman subjektif. Dengan demikian, hermeneutika tidak hanya berfungsi untuk menafsirkan teks tetapi juga untuk memahami pengalaman manusia secara lebih luas. Contoh penerapan hermeneutika dapat ditemukan dalam analisis karya sastra. Misalnya, seorang peneliti dapat menggunakan pendekatan hermeneutik untuk menganalisis novel klasik seperti "To Kill a Mockingbird" karya Harper Lee. Dalam penelitian ini, peneliti dapat mengeksplorasi tema keadilan sosial dan prasangka rasial yang terkandung dalam novel tersebut dengan mempertimbangkan konteks sejarah Amerika Serikat pada masa itu. Melalui analisis ini, peneliti tidak hanya menggali makna teks secara langsung tetapi juga memahami bagaimana konteks sosial dan budaya mempengaruhi interpretasi pembaca terhadap karya sastra tersebut. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan wawasan baru tentang relevansi tema novel dalam konteks kontemporer dan memperkaya pemahaman pembaca terhadap isu-isu sosial yang masih relevan hingga saat ini.
8. Penelitian sejarah
Penelitian sejarah (historical research) dalam konteks pendidikan adalah metode yang digunakan untuk menyelidiki dan menganalisis peristiwa, praktik, dan perkembangan dalam pendidikan sepanjang waktu. Metode ini bertujuan untuk memahami bagaimana kebijakan, kurikulum, dan praktik pendidikan telah berevolusi dan bagaimana mereka mempengaruhi sistem pendidikan saat ini. Penelitian sejarah melibatkan pengumpulan data dari sumber-sumber primer seperti dokumen, arsip, dan wawancara dengan individu yang memiliki pengalaman langsung terkait dengan peristiwa pendidikan tertentu. Dengan pendekatan ini, peneliti dapat menggali pemahaman yang lebih dalam tentang konteks sosial, budaya, dan politik yang membentuk pendidikan. Dalam konteks pendidikan bahasa Inggris, penelitian sejarah dapat digunakan untuk mengeksplorasi perkembangan pengajaran bahasa Inggris di Indonesia. Misalnya, peneliti dapat menyelidiki bagaimana pengaruh kolonialisme Belanda dan kemudian Amerika Serikat mempengaruhi kurikulum bahasa Inggris di sekolah-sekolah. Dengan menganalisis dokumen-dokumen sejarah seperti kebijakan pendidikan, buku teks yang digunakan, dan wawancara dengan guru-guru senior yang mengajar selama periode tersebut, peneliti dapat mengidentifikasi perubahan dalam metode pengajaran dan materi ajar serta bagaimana hal ini berdampak pada kemampuan berbahasa Inggris siswa saat ini. Contoh lain dari penelitian sejarah dalam pendidikan bahasa Inggris adalah studi tentang penerapan metode pengajaran berbasis komunikasi di kelas-kelas bahasa Inggris di era modern. Peneliti dapat menelusuri perkembangan metode ini sejak diperkenalkan hingga saat ini, menganalisis bagaimana perubahan sosial dan teknologi telah mempengaruhi cara pengajaran dilakukan. Dengan memahami evolusi metode pengajaran ini, pendidik dapat lebih baik merancang kurikulum yang relevan dan efektif untuk memenuhi kebutuhan siswa di masa kini. Hasil penelitian sejarah semacam ini tidak hanya memberikan wawasan tentang praktik masa lalu tetapi juga membantu dalam merumuskan kebijakan pendidikan yang lebih baik di masa depan.
Karakteristik Penelitian Kualitatif
Berikut ini beberapa karaktersitik penelitian kualitatif yang disadur dari website ELT-OER.
1. Menggunakan Perspektif Emik
Terdapat dua jenis perspektif dalam penelitian, perspektif etik dan perspektif emik. Penelitian kualitatif umumnya menggunakan perspektif emik, dimana peneliti kualitatif akan melihat sebuah fenomena berdasarkan sudut pandang subjek penelitian. Berbeda dengan perspektif etik yang melihat fenomena berdasarkan apa yang seharusnya.
Untuk membedakan kedua perspektif ini, mari kita ambil contoh fenomena kesenjangan sosial di kota besar, khususnya terkait dengan banyaknya anak jalanan yang mencari nafkah di lampu merah. Dari sudut pandang etik, jelas bahwa lampu lalu lintas bukanlah tempat yang aman dan layak untuk mencari kehidupan dan penghidupan sehingga masyarakat seharusnya tidak bekerja di area tersebut, karena selain berisiko membahayakan diri sendiri, keberadaan mereka juga dapat mengancam keselamatan orang lain. Namun, jika kita melihatnya dari perspektif emik, orang-orang yang berada di persimpangan jalan tersebut melakukannya bukan karena pilihan, tetapi karena kebutuhan mendasar untuk bertahan hidup. Mereka terpaksa mencari nafkah di tempat yang berisiko tinggi ini karena keterbatasan ekonomi dan kurangnya akses terhadap peluang kerja yang lebih baik. Disini, perspektif emik dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang motivasi, kondisi, dan alasan yang mendorong mereka untuk berada di sana. Pandangan ini kerap kali terabaikan dalam penilaian etik yang melihat bahwa apapun alasannya, masyarakat tidak boleh mencari rezeki di lampu lalu lintas.
2. Naturalistik
Maksud dari naturalistik dalam hal ini adalah penelitian kualitatif dilakukan pada setting alami. Artinya, peneliti kualitatif harus mampu untuk menjaga kealamiahan setting penelitian untuk menghindari bias data. Untuk memahami poin ini, mari kita ambil contoh kasus penggunaan kamera dalam merekam data penelitian pada sebuah kelas yang akan menangkap cara mengajar guru dan keaktifan peserta didik dalam belajar. Dalam contoh ini, keberadaan kamera dapat mempengaruhi guru dan peserta didik. Guru dapat menjadi gugup karena merasa diawasi atau direkam, peserta didik juga dapat menjadi sangat aktif untuk menunjukkan bahwa mereka mengikuti pelajaran dengan asumsi bahwa siapatahu rekaman tersebut akan dilihat oleh orang tuanya, dan ribuan alasan lainnya; atau bahkan sama sekali tidak aktif dengan alasan jika melakukan kesalahan, akan timbul rasa malu dikemudian hari karena kesalahannya terekam kamera. Disini, peneliti kualitatif harus benar-benar mampu menjaga kealamiahan setting penelitian. Bahkan, keberadaan peneliti kualitatif sendiri berpotensi menghasilkan bias data. Misalnya, peneliti kualitatif yang bergelar guru besar atau profesor dapat membuat subjek penelitian menjadi gugup sehingga fenomena yang diamati kehilangan kealamiahannya karena kharisma seorang profesor yang dianggap tahu segalanya.
3. Berorientasi Pada Proses, Bukan Hasil
Peneliti lebih menekankan pada bagaimana suatu fenomena terjadi dan bagaimana pengalaman individu terbangun selama proses tersebut. Dengan kata lain, fokus peneliti dalam hal ini tidak hanya terletak pada hasil akhir atau kesimpulan dari data semata, melainkan juga pada dinamika perjalanan serta konteks yang membentuk rangkaian pengalaman tersebut. Peneliti kualitatif harus menikmati setiap dinamika dan selalu berusaha untuk memahami dinamika serta interaksi yang terjadi dalam situasi atau konteks tertentu untuk mampu menangkap nuansa dan kompleksitas dari fenomena yang diteliti.
4. Peneliti Sebagai Instrumen
Dalam peneliti kualitatif berperan aktif dalam mengumpulkan data melalui interaksi langsung dengan subjek penelitian sehingga dapat dikatakan bahwa peneliti kualitatif berfungsi sebagai instrumen utama dalam sebuah penelitian kualitatif. Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang sering menggunakan beragam alat seperti kuesioner atau survei, penelitian kualitatif mengandalkan kemampuan peneliti untuk berinteraksi langsung dengan subjek penelitian. Peneliti tidak hanya mengumpulkan data tetapi juga terlibat dalam proses interpretasi makna dari data yang diperoleh. Hal tersebut memungkinkan peneliti untuk menangkap nuansa dan konteks yang mungkin tidak terungkap melalui alat pengumpulan data lainnya. Sebagai instrumen penelitian, peneliti harus memiliki keterampilan interpersonal yang baik, seperti kemampuan untuk berkomunikasi dan membangun hubungan dengan informan. Poin ini sangat penting mengingat pengumpulan data dalam penelitian kualitatif sering melibatkan wawancara mendalam dan observasi partisipatif. Disini, peneliti kualitatif harus mampu untuk menciptakan suasana yang nyaman bagi informan atau subjek penelitian agar mereka dapat berbagi pengalaman dan pandangan secara terbuka. Selain itu, peneliti juga harus mampu merefleksikan bias pribadi dan perspektifnya dalam proses analisis untuk memastikan bahwa interpretasi data yang dihasilkan adalah akurat, dapat dipercaya, dan bebas dari sentimen pribadi peneliti. Olehnya, kredibilitas peneliti kualitatif sebagai instrumen utama sangatlah penting. Peneliti harus divalidasi melalui pemahaman yang mendalam tentang metode penelitian serta topik yang diteliti. Hal ini dapat mencakup penguasaan teori-teori terkait variabel yang diteliti, teknik pengumpulan data, dan analisis yang tepat dan sesuai paradigma.
5. Menggunakan Analisis Data Induktif
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara induktif. Simpulan diperoleh dari gambaran-gambaran terkait fakta atau data yang ditemukan saat mengumpulkan informasi. Hal ini berlawanan dengan analisis data kuantitatif yang seringkali menggunakan metode deduktif.
Ingin Mendalami Penelitian Kualitatif?
Jika Anda merasa artikel ini menarik, pertimbangkan untuk bergabung dengan Program Studi S2 Pendidikan Bahasa Inggris Unesa. Di Program Studi S2 Pendidikan Bahasa Inggris, Unesa, selain mendapatkan ilmu tentang pengajaran dan pembelajaran Bahasa Inggris, Anda juga berpotensi mendapatkan ilmu tentang teknologi dalam pengajaran dan pembelajaran Bahasa Inggris, ilmu penelitian dan kewirausahaan - sesuai dengan visi, misi, dan tujuan Program Studi S2 Pendidikan Bahasa Inggris, Unesa, yakni menghasilkan lulusan yang mahir dalam pendidikan, penelitian, teknologi, dan kewirausahaan (entrepreneurship).