Desain Instruksional: Model-Model Pengembangan Pembelajaran
Desain instruksional secara umum merujuk kepada proses sistematis dalam pengembangan pembelajaran dengan tujuan mencapai hasil pembelajaran yang efektif dan efisien. Desain instruksional mencakup komponen analisis kebutuhan pembelajaran, perencanaan tujuan pembelajaran, pengembangan strategi pengajaran, serta evaluasi (formatif dan sumatif) untuk memastikan bahwa tujuan pembelajaran telah tercapai secara efektif dan efisien.
Target
Target atau tujuan pengadopsian desain instruksional dalam pembelajaran adalah untuk mendesain dan/atau mengembangkan produk atau artefak pembelajaran yang valid, reliabel, dan praktis dengan hasil akhir berupa produk yang efektif dan efisien.
Efektif dan Efisien
Efektif dalam hal ini merujuk kepada sejauh mana suatu tujuan atau hasil yang diinginkan dapat dicapai. Dengan kata lainn, sesuatu dianggap efektif apabila berhasil mencapai tujuan atau hasil yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu berorientasi pada hasil (output). Di sisi lain, efisien merujuk kepada bagaimana sumber daya (waktu, dana, tenaga) digunakan untuk mencapai suatu tujuan atau hasil. Dengan kata lain, sesuatu dianggap efisien jika tujuan tercapai dengan penggunaan sumber daya yang minimal atau optimal, seperti konsep bisnis yang telah tersohor - modal minim hasil maksimal. Efisiensi berorientasi pada proses.
Valid dan Reliabel
Validitas dalam desain dan pengembangan mengacu pada sejauh mana produk, alat, atau program yang dikembangkan benar-benar memenuhi tujuan atau kebutuhan yang dirancang untuk dipenuhi. Ini berarti desain tersebut mampu menghasilkan output yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Sementara, reliabel dalam konteks desain dan pengembangan mengacu pada konsistensi kinerja produk, alat, atau program yang dihasilkan. Produk atau alat tersebut dikatakan reliabel jika memberikan hasil yang konsisten ketika digunakan berulang kali dalam kondisi yang sama.
Dalam desain dan pengembangan, sangat penting untuk mencapai keseimbangan antara validitas dan reliabilitas. Produk atau alat yang valid tetapi tidak reliabel akan menghasilkan hasil yang tidak konsisten dan sulit diandalkan. Sebaliknya, produk yang reliabel tetapi tidak valid mungkin konsisten dalam performa, tetapi tidak akan memenuhi tujuan yang diharapkan.
Artikel berikut ini merupakan artikel berseri, yang artinya, penjelasan dari masing-masing model pembelajaran yang disajikan dalam laman ini hanya berisi penjelasan umum yang rinciannya dibahas secara tersendiri pada artikel lain. Berikut ini beberapa model pengembangan pembelajaran yang populer.
Model ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation)
ADDIE merupakan akronim dari analysis, design, development, implementation, dan evaluation. Sesuai istilahnya, siklus desain dan pengembangan dalam ADDIE dimulai dari analisis (analisis kebutuhan dan lingkungan), selanjutnya melakukan desain produk berdasarkan hasil dari analisis, menguji coba dalam skala kecil dan melakukan pengembangan produk berdasarkan hasil uji coba, mengimplementasikan produk di lapangan, dan melakukan evaluasi sumatif. Diantara tahapan-tahapan yang disebutkan, terdapat evaluasi formatif yang mengkaji atau mengevaluasi seluruh proses, tahapan, dan hasil dari masing-masing aspek.
Model KEMP
Model KEMP, dikembangkan oleh Jerrold E. Kemp, merupakan model desain instruksional yang berfokus pada fleksibilitas dan sistematisasi. Model ini terdiri dari sembilan elemen yang dapat diadaptasi sesuai dengan kebutuhan spesifik proyek pembelajaran, seperti mengidentifikasi kebutuhan belajar, menentukan tujuan pembelajaran, dan merancang urutan pembelajaran. Model ini sangat user-friendly karena tidak memerlukan urutan langkah yang kaku, memungkinkan desainer untuk memulai dari elemen manapun yang paling relevan dengan situasi mereka.
Pendekatan holistik KEMP membuatnya ideal untuk proyek pembelajaran yang kompleks, di mana elemen-elemen berbeda seperti konten, peserta didik, dan evaluasi harus dipertimbangkan secara bersamaan. Model ini juga menekankan pentingnya umpan balik dan evaluasi berkelanjutan, yang membantu memastikan bahwa instruksi yang dikembangkan efektif dan relevan bagi peserta didik.
Model Dick & Carey
Model Dick & Carey adalah salah satu model desain instruksional yang paling terkenal dan banyak digunakan. Dikembangkan oleh Walter Dick dan Lou Carey, model ini terdiri dari sembilan langkah yang meliputi analisis kebutuhan, penentuan tujuan pembelajaran, pengembangan alat evaluasi, dan desain strategi instruksional. Model ini menganggap pembelajaran sebagai sistem yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan, dan setiap langkah dalam model ini membantu mengidentifikasi dan mengatasi komponen tersebut. Model ini bersifat sistematis dan bertujuan untuk memastikan bahwa setiap elemen instruksional bekerja secara sinergis untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Dengan fokus yang kuat pada evaluasi formatif dan sumatif, model Dick & Carey memungkinkan desainer instruksional untuk memantau dan memperbaiki proses pembelajaran secara berkelanjutan, sehingga menghasilkan pengalaman belajar yang lebih efektif.
Model 4D (Define, Design, Development, Dissemination)
Model 4D, dikembangkan oleh Thiagarajan, Semmel, dan Semmel, adalah pendekatan sistematis untuk desain instruksional yang terdiri dari empat tahap utama: Define, Design, Development, dan Dissemination. Tahap define melibatkan identifikasi kebutuhan dan analisis konteks untuk menetapkan tujuan pembelajaran yang jelas. Pada tahap design, desainer mengembangkan rencana rinci yang mencakup struktur dan strategi pembelajaran. Tahap development mencakup pembuatan materi pembelajaran dan alat evaluasi, yang kemudian diuji dan direvisi berdasarkan umpan balik. Tahap akhir, dissemination, melibatkan distribusi dan implementasi materi pembelajaran, serta evaluasi dampaknya terhadap peserta didik. Model 4D sangat cocok untuk proyek pembelajaran skala besar yang memerlukan pendekatan yang sangat terstruktur.
Model ASSURE
Model ASSURE adalah model desain pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik dan menggunakan pendekatan berbasis teknologi. Model ini terdiri dari enam langkah: Analyze learners, State standards and objectives, Select media and materials, Utilize media and materials, Require learner participation, dan Evaluate and revise. Setiap langkah dirancang untuk memastikan bahwa instruksi yang diberikan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik. Model ASSURE menekankan pentingnya integrasi media dan teknologi dalam proses pembelajaran. Desainer menggunakan media dan teknologi untuk memperkaya pengalaman belajar peserta didik, memastikan bahwa mereka terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Evaluasi dan revisi adalah langkah kunci yang memastikan bahwa instruksi tidak hanya efektif tetapi juga relevan dengan kebutuhan peserta didik yang terus berkembang.
Model SAM (Successive Approximation Model)
Model SAM, dikembangkan oleh Michael Allen, adalah pendekatan yang lebih iteratif dan adaptif untuk desain instruksional. Berbeda dengan model tradisional yang lebih linier, SAM mendorong proses pengembangan yang cepat dan berulang, memungkinkan desainer untuk menguji dan memperbaiki desain instruksional secara terus menerus. Model ini terdiri dari tiga fase utama: Preparation, Iterative Design, dan Iterative Development. Fase "Iterative Design" dan "Iterative Development" memungkinkan desainer untuk mengembangkan prototipe awal, mendapatkan umpan balik dari pengguna, dan kemudian melakukan perbaikan berdasarkan umpan balik tersebut. Model SAM sangat cocok untuk lingkungan yang dinamis di mana kebutuhan pengguna dan teknologi dapat berubah dengan cepat, dan di mana ada kebutuhan untuk pengembangan yang cepat dan responsif.
Model Rapid Prototyping
Model Rapid Prototyping adalah pendekatan desain instruksional yang menekankan pengembangan cepat dan pengujian iteratif. Dalam model ini, prototipe awal dari materi pembelajaran dikembangkan dengan cepat dan diuji pada kelompok kecil peserta didik untuk mendapatkan umpan balik awal. Prototipe ini kemudian direvisi dan disempurnakan berdasarkan umpan balik yang diterima, sebelum diimplementasikan dalam skala yang lebih besar.
Keunggulan model ini adalah kemampuannya untuk mengidentifikasi dan memperbaiki masalah sejak awal dalam proses pengembangan, sehingga mengurangi risiko kesalahan besar dalam tahap akhir. Model Rapid Prototyping sangat efektif dalam situasi di mana waktu pengembangan terbatas dan ada kebutuhan untuk iterasi cepat guna menyesuaikan dengan perubahan kebutuhan pengguna atau teknologi.