Jenis-Jenis Kesalahan Berpikir dan Bernalar (Logical Fallacy) Berdasarkan Filsafat
Dalam bidang filsafat dan logika, logical fallacy atau kesalahan berpikir merujuk pada kekeliruan dalam proses bernalar yang menyebabkan argumen menjadi tidak valid atau tidak dapat diperanggung-jawabkan secara logis. Terkadang, sebuah argumen terasa masuk akal, namun pada faktanya tidaklah demikian. Kenali jenis-jenis kesalahan berpikir dan bernalar berikut ini sebagai landasan untuk Anda dalam bersosialisasi. Daftar kesalahan berpikir dan bernalar berikut ini juga penting untuk mahasiswa guna menghindari bias data dalam penelitian.

Jenis-Jenis Logical Fallacy (Kesalahan berpikir)
Berikut ini beberapa jenis logical fallacy yang penting untuk dipahami menurut kajian filsafat:
1. Ad Hominem (Serangan Terhadap Pribadi)
Kesalahan ini terjadi ketika seseorang menyerang karakter pribadi lawan bicara alih-alih mengkritik argumennya. Contoh: "Kamu tidak mungkin benar soal ekonomi karena kamu tidak pernah belajar ekonomi secara formal." Dalam argumen ini, fokusnya adalah pada siapa yang berbicara, bukan isi argumennya.
2. Strawman Argument (Manusia Jerami)
Strawman terjadi ketika seseorang menyederhanakan atau mendistorsi argumen lawan agar mudah dipatahkan. Contoh: "Jadi menurutmu kita harus melarang semua teknologi modern hanya karena ada risiko data bocor?" Ini adalah penggambaran yang keliru terhadap argumen lawan. Lawan mungkin hanya mengusulkan kebijakan keamanan data, bukan pelarangan teknologi.
3. False Dilemma (Dikotomi Palsu)
Jenis fallacy ini menawarkan dua pilihan ekstrem seolah-olah tidak ada opsi lain. Contoh: "Kamu setuju dengan keputusan ini, atau kamu melawan kami." Padahal, dalam banyak kasus, pilihan yang tersedia tidak terbatas hanya pada dua ekstrem tersebut.
4. Slippery Slope (Lereng Licin)
Kesalahan ini terjadi ketika seseorang berargumen bahwa tindakan kecil akan membawa pada serangkaian kejadian ekstrem tanpa bukti yang cukup. Contoh: "Jika kita membolehkan siswa membawa ponsel ke kelas, sebentar lagi mereka tidak akan belajar sama sekali." Argumen ini melewati langkah-langkah logis dan langsung menyimpulkan hasil ekstrem tanpa dasar yang kuat.
5. Circular Reasoning (Penalaran Melingkar)
Jenis fallacy atau kesalahan berpikir dan bernalar ini terjadi ketika premis dan kesimpulan saling mendukung tanpa memberikan bukti tambahan. Contoh: "Kita harus mempercayainya karena dia orang jujur." (Mengapa dia jujur? Karena kita mempercayainya.) Ini membentuk argumen yang tidak membawa informasi baru atau bukti yang valid.
6. Hasty Generalization (Generalisasi Terburu-buru)
Jenis kesalahan berpikir dan bernalar (logical fallacy) ini terjadi ketika seseorang membuat kesimpulan umum berdasarkan sampel yang terlalu sedikit. Contoh: "Saya pernah bertemu dua orang asing yang tidak ramah, jadi semua orang asing pasti tidak ramah." Generalisasi tanpa bukti yang cukup cenderung menyesatkan dan tidak akurat. Di Indonesia sendiri, jenis kesalahan berpikir ini sering dijumpai pada interaksi multikultural yang meyakini bahwa suku tertentu memiliki karakteristik tertentu.
7. Post Hoc Ergo Propter Hoc (Kesalahan Sebab-Akibat)
Jenis fallacy ini mengasumsikan bahwa jika satu peristiwa terjadi setelah peristiwa lain, maka peristiwa pertama adalah penyebab yang kedua. Contoh: "Setelah saya memakai kalung keberuntungan ini, bisnis saya berkembang pesat." Logikanya, tidak ada bukti bahwa kalung tersebut memengaruhi perkembangan bisnis; bisa saja ada faktor lain yang berperan.
8. Appeal to Authority (Bandwagon Effect)
Kesalahan ini terjadi ketika seseorang menggunakan pendapat otoritas tertentu sebagai kebenaran mutlak tanpa mempertimbangkan relevansi atau kebenaran argumen tersebut. Contoh: "Pendapat ini benar karena profesor terkenal itu mengatakannya." Meskipun pendapat ahli bisa relevan, argumen tetap harus dinilai berdasarkan bukti dan logika, bukan hanya berdasarkan siapa yang mengatakannya.